ANALISIS
PERMINTAAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA
DWIKA META SETIANI
NPM. E2D013005
PROGRAM STUDI PASCASARJANA
MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
BENGKULU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan nasional pada kabinet
kerja periode 2014-2019 yang terangkum dalam agenda Nawacita, terdapat agenda yang
terkait dengan kemandirian pangan. Salah satu agenda tersebut adalah mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik, melalui program Peningkatan Kedaulatan Pangan yang diwujudkan dengan
(Aco, 2015) :
1.
Ketahanan pangan, terutama kemampuan
mencukupi pangan dari produksi dalam negeri, yang dilakukan dengan peningkatan
produksi dan produktivitas pangan dalam negeri.
2.
Pengaturan kebijakan pangan yang
dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri, yang dilakukan dengan
memperbaharui kebijakan peningkatan produksi pangan, kebijakan harga, dan kebijakan
perdagangan dalam dan luar negeri.
3.
Mampu melindungi dan menyejahterakan
pelaku utama pangan, terutama petani dan nelayan
Agenda ketahanan pangan tersebut
dilakukan dalam rangka usaha swasembada komoditi unggulan pangan yaitu padi,
jagung, dan kedelai pada tahun 2019. Salah satu komoditi penting bagi
perekonomian Indonesia adalah komoditi
kedelai. Kementerian Tanaman Pangan mentargetkan produksi kedelai pada tahun
2015-2019 seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sasaran Produksi Kedelai 2015-2019
No
|
Tahun
|
Luas Tanam
(Ha)
|
Luas Panen
(Ha)
|
Produktivitas (Ton/Ha)
|
Produksi
(Ton)
|
Konsumsi
(Ton)*
|
1
|
2015
|
815.000
|
774.250
|
1,55
|
1.200.000
|
2.708.000
|
2
|
2016
|
1.300.000
|
1.235.000
|
1,55
|
1.920.000
|
2.770.000
|
3
|
2017
|
1.850.000
|
1.757.000
|
1,55
|
2.732.913
|
2.833.000
|
4
|
2018
|
1.850.000
|
1.757.000
|
1,56
|
2.750.480
|
2.896.000
|
5
|
2019
|
1.850.000
|
1.757.000
|
1,57
|
2.759.275
|
2.960.000
|
Sumber : Kementerian Pertanian, 2015
* data proyeksi Kementan
Tabel di atas menjelaskan bahwa
pemerintah mentargetkan untuk meningkatkan luas tanam dari 815.00 ha pada tahun
2015 menjadi 1.300.00 ha pada tahun 2016 kemudian terus meningkat sampai
1.850.000 ha hingga tahun 2019. Demikian pula luas panen dan produktivitas
kedelai, sehingga menghasilkan produksi yang mencukupi permintaan kedelai dalam
negeri yaitu sebesar 2.759.275 ton. Target pemerintah ini merupakan upaya untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat, dimana pada tahun 2019
diperkirakan jumlah konsumsi mencapai 2.960.000 ton.
Kedelai adalah tanaman palawija yang
kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Tanaman
kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman,
pupuk hijau dan pakan ternak serta pembuatan minyak nabati. Selain itu kedelai
berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka
peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya dibandingkan
dengan sumber protein hewani (Irwan, 2006). Berdasarkan data dari Kemenkes RI
(2012) kedelai mengandung protein 30-50%, dan lemak 15-25% dan beberapa bahan
gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Kandungan protein
kedelai pada setiap 100 g adalah 34,92 g, dan lebih tinggi dibandingkan dengan
makanan sumber protein lain, seperti telur (12,58 g), daging sapi (26,33 g),
daging kambing (20,6 g), daging unggas (25 g), dan ikan (17,76 g).
Sebagian besar produksi kedelai
diolah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia
dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain
seperti tauco, kecap, pakan ternak, dan lain-lain. Produk kedelai sebagai bahan
olahan pangan tersebut berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan
industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor (Astawan, 2009). Selanjutnya,
Zakaria (2010) menerangkan bahwa
besarnya kebutuhan masyarakat tersebut menyebabkan permintaan kedelai terus
meningkat. Namun laju peningkatan akan kebutuhan kedelai nasional tidak diikuti
oleh ketersediaan pasokan yang mencukupi, karena pertumbuhan produksi lebih
lambat dibanding permintaan konsumsi kedelai.
Kebutuhan kedelai yang terus
meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita
kedelai selama periode 2003-2013 sebesar 18 % (BPS, 2014). Maka, pemerintah
berupaya memenuhi kebutuhan tersebut dengan meningkatkan produksi dalam negeri.
Namun dalam memproduksi kedelai, pemerintah terkendala menyempitnya lahan garap
yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan industri. Selain itu,
berdasarkan hasil sensus pertanian Badan Pusat Statistik 2013, petani tidak
berminat memproduksi kedelai karena struktur biaya produksi kedelai jauh lebih
besar dibandingkan nilai produksi yang dihasilkan per tahun dari setiap hektar
lahan kedelai. Kondisi ini berdampak pada hasil produksi kedelai nasional yang
semakin berkurang.
Produksi kedelai di Indonesia saat
ini hanya mencukupi sekitar 35 % kebutuhan bahan baku industri, selebihnya
dipenuhi melalui impor. Sekitar 20 tahun terakhir di Indonesia masih terus
melakukan impor kedelai, terutama dari Amerika Serikat, sehingga kedelai impor
telah mendominasi sebagai bahan baku olahan pangan (Adisarwanto, 2008).
Upaya pemerintah untuk memenuhi
permintaan kedelai dalam negeri merupakan awal munculnya kebijakan impor
kedelai di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975 sampai dengan saat ini jumlah
impor semakin meningkat. Kondisi ini semakin memperlebar kesenjangan antara
produksi dan konsumsi (Adetama, 2011). Menurut data FAO (2011), Indonesia
menjadi negara pengimpor kedelai peringkat ke-8 di dunia dengan pangsa yang
cukup besar, selain China, Jepang, Meksiko, dan Belanda.
Berkenaan dengan perkembangan konsumsi,
produksi dan impor kedelai Indonesia dari tahun 1975-2013, dapat dilihat dari
grafik di bawah ini :
Sumber : FAO (2014) dan BPS (2014), diolah
Gambar
1. Grafik perkembangan produksi, impor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai
Indonesia tahun 1975 – 2013
Grafik tersebut menunjukkan bahwa
produksi kedelai dalam negeri mengalami penurunan di bawah angka produksi 1
juta ton pada tahun 2001 sampai tahun 2008, namun mulai mengalami kenaikan
kembali tahun 2009 dan diharapkan terus meningkat mengingat impor kedelai yang
masih di atas angka produksi kedelai nasional. Sementara itu, jumlah impor
terus mengalami kenaikan mencapai 3 juta ton pada tahun 2011 sampai tahun 2013,
dan jumlah permintaan kedelai mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 2,9 juta
ton pada tahun 2011, dan mengalami penurunan pada angka 2,2 juta ton pada tahun
2013.
Kedelai di pasar domestik sebagian besar
berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi pengrajin tahu
dan tempe (KOPTI), untuk selanjutnya dipasarkan ke pengrajin tahu dan tempe (Zakiah
2012). Selanjutnya, Krisdiana (2005) menjelaskan bahwa sekitar 93 % pengrajin
tempe menggunakan kedelai impor, karena kedelai impor berbiji besar dan
menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan volumenya besar. Ini merupakan
sebuah fenomena yang mengkhawatirkan, dimana persentase jumlah impor terhadap
konsumsi, menunjukkan persentase yang semakin meningkat. Besarnya angka impor
tersebut merupakan salah satu indikator betapa besar kebutuhan kedelai untuk
memenuhi kebutuhan penduduk melalui berbagai jenis produk olahan.
Ketergantungan Indonesia
terhadap impor kedelai merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan, karena dapat
mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politik (Baharsjah, 2004). Supadi
(2009) menambahkan bahwa kemampuan memenuhi konsumsi pangan dalam negeri akan
sangat ditentukan oleh kinerja pasar internasional yang berada di luar
jangkauan kendali. Seperti yang dirasakan pada saat melonjaknya harga kedelai yang
mencapai dua kali lipat pada tahun 2008 akibat berkurangnya pasokan kedelai di pasar
internasional. Hal ini terjadi setelah produksi kedelai Amerika Serikat sebagai
eksportir terbesar dunia komoditas kedelai, berkurang karena petani kedelai
beralih dan lebih memilih menanam jagung sebagai bahan baku biodiesel. Dari
pengalaman tersebut Indonesia harus mulai melakukan pembenahan dalam negeri
dengan memacu produksi kedelai dalam negeri ke arah swasembada.
Permasalahan utama pada
komoditi kedelai di Indonesia adalah produksi kedelai domestik yang semakin
menurun, terutama disebabkan karena kurangnya minat petani untuk menanam
kedelai yang mengakibatkan penurunan luas panen dan produktivitas cenderung
stagnan. Sementara itu permintaan kedelai domestik terus meningkat, sehingga
untuk mencukupi permintaan tersebut pemerintah harus mengimpor kedelai.
Ketergantungan impor yang tinggi akan sangat mempengaruhi harga di pasar domestik.
Harga kedelai yang tinggi sangat mengancam keberlangsungan industri tahu dan
tempe, yang berbahan baku utama kedelai. Sementara tahu dan tempe merupakan
makanan utama dalam menu sebagian besar masyarakat Indonesia karena kedelai
adalah sumber protein yang yang baik dan murah.
Penelitian ini menjadi
penting untuk dilaksanakan dengan dapat diketahuinya gambaran kinerja produksi
kedelai lokal dalam memenuhi kebutuhan permintaan nasional. Selain itu seiring
meningkatnya permintaan kedelai, perlu diperhatikan bagaimana mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai lokal dan impor di
Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
permintaan kedelai di Indonesia. Penulis dalam tesis ini mengangkat judul ”Analisis Permintaan Kedelai Di Indonesia”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut dapat dikatakan secara umum bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut,
permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini diformulasikan sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor apa
yang mempengaruhi permintaan kedelai dalam negeri?
2.
Faktor-faktor apa
yang mempengaruhi permintaan kedelai impor?
3.
Seberapa besar
masing-masing faktor tersebut mempengaruhi permintaan kedelai dalam negeri dan
kedelai impor?
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan kedelai dalam negeri.
2.
Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan kedelai impor.
3.
Menganalisis
besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap permintaan kedelai dalam negeri
dan kedelai impor.
1.4
Manfaat Penelitian
Secara khusus manfaat
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai suatu sumbangan konseptual (academic interest), dan diharapkan dapat
bermanfaat sebagai sumbangan praktis (social
interest), adalah sebagai berikut:
1. Bagi
penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan kedelai lokal dan impor di Indonesia serta berguna
sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya terutama dalam ruang lingkup yang
sama.
2. Bagi
pemerintah berguna sebagai bahan kajian dan masukan dalam perencanaan
pembangunan serta pengambilan kebijakan mengenai komoditas kedelai di Indonesia.
3. Memberikan
gambaran tentang permintaan kedelai di Indonesia.
Tags:
Makalah dan Paper Ilmiah