Oleh Mohammad Fauzil Adhim
Aneh tapi nyata, banyak
penulis yang sempat-sempatnya mengasingkan diri hanya untuk mendapat inspirasi.
Begitu inspirasi didapat, mereka akan segera mengurung diri rapat-rapat.
Meskipun dengan cara ini banyak yang bisa menjadi penulis, tetapi untuk
benar-benar produktif dan mampu menghadirkan ide-ide segar, kita perlu belajar
mengelola diri agar senantiasa kaya inspirasi. Biarlah inspirasi yang mengejar
kita, bukan kita yang sibuk mencari- cari inspirasi. Pertanyaannya, mungkinkah
itu terjadi? Kekuatan Itu Bernama Komitmen Apabila hatimu dipenuhi oleh
kepedihan, keinginan yang kuat untuk menunjukkan orang lain kepada jalan yang
kamu yakini kebaikannya, maka pikiranmu akan hidup.
Gagasan-gagasan bermunculan
dan inisiatif akan saling bersusulan. Apapun yang kamu lihat, akan selalu
mengalirkan inspirasi ke dalam jiwamu sesuai dengan apa yang menjadi kegelisahanmu.
Komitmen yang kuat akan menjadikan diri kita selalu inspiratif. Komitmen
mempengaruhi emosi, pikiran dan konasi kita. Semua itu merangsang munculnya
inspirasi-inspirasi yang segar, inovasi yang cerdas dan kekuatan tulisan yang
dahsyat. Kegelisahan yang muncul karena dorongan keinginan untuk menunjukkan
apa yang baik, dapat menarik kita untuk benar-benar terserap pada apa yang
sedang kita kerjakan. Dan inilah flow. Secara sederhana, Daniel Goleman
mengemukakan dalam Emotional Intelligence, "Flow adalah keadaan ketika
seseorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya,
perhatiannya hanya terfokus ke pekerjaan itu, kesadaran menyatu dengan
tindakan." Dalam buku Working with Emotional Intelligence, Goleman
menunjukkan bahwa kita dapat mencapai kondisi flow apabila ada keterlibatan
psikologis yang sangat kuat (psychological presence). Keadaan ini membuat otak
kita lebih tajam, pikiran kita lebih mudah mengalir dan jiwa kita lebih
inspiratif.
Menulis terasa lebih menggugah dan membangkitkan semangat apabila
kita merasakan benar mengapa kita perlu menulis. Itu sebabnya mengapa saya
lebih tertarik menemukan alasan untuk menulis, daripada memikirkan bagaimana
membuat tulisan yang menarik. Jadi, jika kamu sekarang bingung harus menulis
apa, beralihlah sejenak. Pikirkanlah mengapa kamu harus menulis? Jika kamu
menemukan alasan yang kuat, pertarungan batin seorang akhwat yang baru mulai
berjilbab pun bisa engkau tuangkan menjadi novel panjang yang mengesankan. Kamu
juga bisa mengangkat tema-tema yang sangat sederhana menjadi satu novel yang
mempesona.
Cinta Itu Menggerakkan Jiwa.. Pernah mendengar nama Sha'aban Yahya? Ia
pernah jatuh cinta dengan seorang gadis Yogya. Karena alasan budaya, ia harus
memendam kecewa karena keinginannya untuk menikah tidak dapat terlaksana.
Kepedihan yang ia rasakan, gejolak jiwa yang bergemuruh karena cinta yang tak
sampai, menggerakkan ia menggubah aransemen musik yang menyentuh. Alunan
musiknya ini kemudian dikemas dalam album bertajuk Return to Yogya. Saya hanya
ingin menunjukkan satu hal: cinta yang kuat dapat menggerakkan jiwa untuk penuh
semangat, yakin, optimis dan penuh harapan. Salah satu penyebab orang-orang
Yahudi yang dididik di kibbutzim (semacam pesantren untuk orang Yahudi)
memiliki ketajaman otak yang dahsyat, adalah kecintaan dan militansi mereka
yang sangat kuat untuk mengabdikan apa yang mereka miliki kepada perjuangan
zionisme. Nah, agar tulisanmu senantiasa penuh kekuatan dan dirimu senantiasa
penuh dengan inspirasi, kamu perlu belajar mencintai apa yang kamu tulis. Pada
saat yang sama, kamu harus ingat bahwa itu semua hanya menjadi penting ketika
di dalamnya terkandung keutamaan. Gampangnya begini, meskipun saya sehari-hari
menulis tema pernikahan, tetapi saya tidak boleh menganggap inilah brand (merek)
saya. Menulis hanyalah alat untuk mendatangkan kemanfaatan, kebaikan dan
kemaslahatan. Melalui jalan ini, justru hati kita menjadi ringan. Kita tidak
sibuk dengan atribut-atribut kepenulisan yang mengungkung, sehingga kita justru
menjadi kreatif dan inovatif. Ketika kita lebih banyak merisaukan masalah yang
sungguh-sungguh ada di hadapan kita, baik kita alami sendiri maupun dialami
orang lain, kita justru sangat kaya. Wallahu A'lam bishawab.[]
Tags:
Belajar Menulis