Belajar Fotografi Makanan

Setahun lalu saya mengikuti kelas online Food Photography menggunakan Smartphone. Dimulai dari kelas Basic dengan mentor yang sangat detail dalam mengkurasi foto peserta. Setiap karakter makanan beliau sangat faham. Sampai pada saat ujian, saya sendiri tidak lulus, dan itu adalah hari terakhir kelas. Saya menyerah. Tapi mbk mentor menambah waktu satu hari untuk selesaikan foto ujian. Saya sudah menyerah, tapi mentor dan teman-teman menyemangati. Semalaman saya berfikir foto makanan apa untuk ujian besok, sampai saya punya ide untuk menjadikan Kue Baytat sebagai model atau POI (Point Of Interest), karena saya pikir mentor pasti gak tau karakter kue ini. Dan benar saja, saya lulus tanpa kurasi dengan pertanyaan, “Ini Kue apa ya mbk?”

Saya jelaskan sedetail mungkin, dari bahan sampai pada teksturnya yang lembut tapi padat dan tidak mengembang seperti kue bolu dan sejenisnya. Rasanya yang manis gurih perpaduan terigu, gula dan santan, serta asam manis dari selai nanas menambah cita rasa khasnya. Sayapun berinisiatif untuk mengirimkan Baytat untuknya di Bekasi, dan esoknya saya kirim beberapa paket Baytat dan anak tat. Sangat kebetulan beliau sedang mengikuti kelas foto juga untuk naik levelnya. Beliau menggunakan Baytat sebagai model untuk ujian kelasnya. Hal yang sama terjadi pada beliau, mbk mentornya pun gak tau kue apa itu. Akhirnya saya dapat orderan Baytat pertama kalinya untuk dikirim ke Jakarta, menyusul Bandung, Tanggerang, Madiun, dan Surabaya.

Singkat cerita, dengan Baytat ini saya jadi bertambah teman di dunia Food Photography. Meskipun saya masih level pemula di genre fotografi ini, tapi saya jadi sering banyak masukan dan percaya diri untuk terus belajar lebih serius dan mendalam.

Senangnya bisa lulus di kelas Basic. Penasaran gimana kelanjutannya di kelas Advence, bersama mentor yang lebih “tajem” lagi kurasinya. Saya kembali menjadikan makanan khas bengkulu sebagai POI yaitu pendap. Makanan khas asal Bengkulu Selatan yang dinobatkan sebagai makanan tradisional terbaik ke-tiga se-Indonesia dalam Anugerah Pesona Indonesia atau API yang berlangsung di Inaya Bay Komodo, Nusa Tenggara Timur pada Mei 2021 lalu.

Sejujurnya kelas ini menegangkan, berasa ujian skripsi. Selain karena mentornya lebih detail dan jeli, kelas juga dilakukan melalui Zoom dimana mentor memantau langsung peserta. Di kelas ini saya belajar Food Styling, bagaimana menata makanan serta properti dan objek pendukung agar foto terlihat lebih luwes dan enak dilihat. Selain itu belajar juga Lighting, dimana pencahayaan merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi hasil foto. Apapun genre fotografinya, cahaya yang utama, itu kata mbk mentor. Di kelas ini saya sendiri yang menggunakan Smartphone, peserta lain sudah menggunakan Kamera DSLR dan Mirrorless. Dan hanya saya juga yang menggunakan lighting dengan Continous Light, yang lain sudah pakai Flash dan Snot. Tapi, saya tetap percaya diri karena mentor terus menyemangati.

Memotret makanan menjadi hobi saya sejak itu. Beberapa kelas dan mentor saya ikuti, karena beda mentor beda pula cara mengajar, mereka punya khas masing-masing. Sebagian mentor mengutamakan Styling, ada juga yang mengutamakan Lighting dan Styling cukup simple saja. Tetapi, ada pula mentor yang perfect, semua aspek harus sempurna dan berpadu.

Nah, kembali ke makanan khas Bengkulu. Selain Baytat dan Pendap, masih banyak makanan khas Bengkulu yang tidak kalah lezat. Seperti, Lemea asal Kabupaten Lebong yang bahannya terbuat dari rebung yang diasamkan, dimasak dengan Ikan nila dengan cabe dan bumbu-bumbu yang menambah cita rasa. Wah, orang Sumatera pasti pernah mencobanya kan? Rasanya yang pedas, asam dan gurih, membuat makan jadi lahap dan mau tambah lagi.

Teman-teman yang belum mencoba makanan khas Bengkulu baik Baytat, Pendap atau Lemea, ditunggu kunjungannya ke Provinsi Bengkulu ya.. Selain makanannya yang unik dan beragam, Bengkulu juga punya spot wisata dan pemandangan yang memukau. Gak akan rugi deh.. Sampai ketemu.

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post