Filosofi Jagung

Ini bukan cerita jagung yang dibakar orang-orang saat malam tahun baru kemarin ya gaes.. Bukan juga jagung rebus yang dijual di pasaran. Ini jagung yang ditanam seorang petani di negeri antah berantah. Gak penting ceritanya benar atau tidak, yang penting hikmah dan nilai sosial yang terkandung di dalamnya.

Dikisahkan seorang wartawan mewawancarai seorang petani yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Menurut penilaian juri lomba tersebut, jagung hasil petani tersebut sangat sempurna, bertongkol besar, kokoh dan berbiji padat. Selain itu juga bebas dari penyakit.

Wartawan tersebut penasaran untuk mengetahui rahasia di balik kualitas buah jagungnya tersebut. Namun, petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya.

"Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?" tanya sang wartawan.

Petani itu menjawab : "Tak tahukah anda? Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga jagung yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."



Wah, terenyuh ya.. hati kita meleleh pastinya dengan jawaban petani itu. Petani tersebut sama sekali tidak egois, dia menebarkan kebaikan pada petani lain yang mana kebaikan itu akan kembali kepadanya.

Bisa saja petani tersebut menyimpan bibit jagungnya untuk dirinya sendiri. Tetapi ada hukum alam yang mengatur kehidupan bukan? Angin yang menyebarkan serbuk sari ke setiap ladang tentunya merupakan kondisi alam yang tidak bisa dihindari. Jika diilustrasikan serbuk sari tersebut adalah kemampuan dan kelebihan kita -baik itu harta atau ilmu- maka jika kita tebarkan pada orang-orang terdekat di sekitar kita, sejatinya hal itu akan kembali kepada kita. Nilai dari hidup kita diukur dari kehidupan-kehidupan yang disentuhnya.

Tapi, yang terjadi pada kita justru sebaliknya. Kita mengumpulkan dan menyimpan kelebihan kita sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan sekitar kita. Bahkan kadang sampai melakukan hal yang tidak baik dan menghalalkan segala cara. Yang pada akhirnya ada saja sesuatu yang Allah SWT ambil dari kita dengan cara-Nya.

Begitu pula dengan hidup kita ya gaes..

Ketika kita ingin meraih suatu keberhasilan, maka sebaiknya kita menebar kebaikan lebih dahulu kepada keluarga, tetangga dan teman-teman sekitar kita menjadi berhasil pula. Kita pastinya menginginkan hidup yang baik, tapi apakah dengan begitu kita mengabaikan mereka?

Hal ini merupakan pengingat diri dan PR besar juga bagi saya. Semoga kita senantiasa selalu menjadi insan yang selalu ikhlas menerima ilmu dan memperbaiki diri dengannya.

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post