Ketika Anak Dibully di Sekolah
Awal tahun ajaran ini, anak saya Azlan naik ke kelas tiga. Awal masuk sekolah, terasa menyenangkan bagi Azlan, karena banyak teman yang baru, kabarnya mereka anak pindahan dari sekolah lain. Tetapi belum sebulan sekolah, Azlan sering pulang sekolah sambil menangis. Saat ditanya apa penyebabnya, katanya dipukul kakak kelas, sebut saja namanya Heru. Beberapa hari kemudian, menangis lagi, katanya makanannya diambil si Heru juga. Dan minggu depannya terulang lagi, kali ini didorong sampai terjatuh. Tentunya dengan pelaku yang sama, si Heru. Wah, ada yang tidak beres nih, pikir saya.
Tentu saya tidak bisa terima. Saya menghubungi gurunya dan menanyakan tentang anak bernama Heru itu. Sore harinya saya menemui salah satu gurunya, dan meminta penjelasan kejadian ini.
Ibu guru menjelaskan bahwa Heru ini memang anak yang temperamen. Bukan hanya di sekolah tapi di rumah juga dia sering marah sambil mengeluarkan kata-kata kasar, kadang dia juga menghancurkan barang di rumah, bahkan pernah melempar rumahnya dengan batu. Di sekolah, bukan hanya Azlan yang dijahili, tapi juga teman-teman lain. Para guru sudah memberikan nasihat, juga memberikan hukuman jika sudah melewati batas, tetapi Heru belum juga jera.
Ibu guru juga menjelaskan, bahwa guru sudah berkomunikasi dengan orang tua Heru tentang perilaku anaknya. Dan ibunda Heru pun sudah menceritakan permasalahan keluarganya, dan berjanji akan menasihati Heru dan mendidiknya dengan baik.
Mom and Kid |
Awal Trauma dan Luka Batin Anak
Ibunda Heru sangat menyesal dan bersedih dengan kondisi yang dialami keluarganya. Karena kesulitan ekonomi, Heru terpaksa dititipkan di panti asuhan oleh orang tuanya. Saat itu Heru menolak dan berontak. Tapi tetap diantar paksa. Dan akhirnya dia kabur dari panti dan kembali ke rumah. Dan, inilah awal dari trauma dan luka batin Heru.
Sejak kejadian itu, Heru jadi mudah marah. Jika marah dia selalu mengatakan "Kenapa ibu kirim aku ke panti? Ibu gak sayang sama aku." Berulang kali mengatakan itu sambil menangis dan marah.
Dan sikap buruknya pun menjadi-jadi. Dia kerap melampiaskan marahnya pada teman di sekolah. Bukan hanya kepada Azlan, tapi anak-anak yang lain sering juga disakitinya.
Heru sangat terpukul dengan keputusan ibunya menitipkannya ke panti asuhan, dia merasa tidak disayang oleh ibunya.
Saya tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk Heru dan keluarganya. Saya sempat mencari kontak ibunya di grup WA sekolah, dan menanyakan wali kelasnya tapi tidak ada. Saya ingin sekali berdiskusi dengan ibunya.
Sebagai ibu, saya tidak ingin menyalahkan Heru sepenuhnya, karena jelas ini bukan salahnya. Dia hanya butuh pelukan, butuh dukungan, butuh cinta dan kasih sayang. Dan yang utama dalam memenuhi itu, adalah sosok ibu.
Menerima dan Maafkan
Saya teringat dengan diri saya beberapa tahun lalu, saat hati dan pikiran saya masih dipenuhi sampah emosi. Dulu saya juga sering memarahi dan memukul anak saya. Jika anak saya berkelahi, saya bukannya melerai justru saya menjadi yang ketiga, artinya ikutan berkelahi, hehe..
Dulu, jika anak saya berkelahi, dan jika diilustrasikan mereka adalah dua titik api, maka saya menjadi titik api ketiga, bukannya menjadi air yang meredam api. Sehingga di rumah terasa panas dan anak-anak tidak nyaman. Mereka jadi lebih sering main dan menginap di rumah neneknya, atau main game daripada mendekat dan bermain dengan saya. Bahkan saya mendapat julukan 'Kak Ros' hehe..
Saya pun berpikir "Kenapa saya begini?"
Saat membuka sosial media, melintas sebuah iklan tentang buku yang mengatasi luka batin. Saya pun membeli buku tersebut, buku Reset Hati Install Pikiran karya Pak Ahmad Sofyan Hadi. Buku tersebut bersifat praktis, apa yang disampaikan bisa sambil dipraktikkan secara mandiri, juga ada sesi zoom yang dibimbing oleh beliau langsung.
Saya dibimbing untuk menerima dengan ikhlas semua kondisi yang ada. Memaafkan diri saya dan anak-anak saya, memaafkan pasangan dan menerima semua kondisi saya saat itu. Saya mencoba berdamai dengan diri saya. Karena sebenarnya saya pun tidak mau menyakiti dan memarahi anak. Saya mencoba memahami apa sebenarnya yang saya inginkan dan harapkan. Kurang lebih satu bulan saya melakukan terapi ini, Alhamdulillah berangsur terasa lega dan hati merasa bahagia.
Kembali ke cerita Heru tadi, luka batin Heru bisa diselesaikan dengan memberikan dia kebutuhan pokoknya sebagai anak, yaitu perhatian dan kasih sayang. Minta maaf pada Heru, berikan pelukan, belaian. Sebelum dia beranjak dewasa, saat di mana luka batin itu akan dibawa seumur hidupnya, sehingga menjadi mental block baginya, yang akan menghambat kebahagiaan dan kesuksesannya kelak.
Ibunda, siapa pun yang membaca tulisan saya ini. Mungkin banyak di luar sana 'Heru" yang lain. Bahkan mungkin anak saya pun juga bernasib seperti Heru. Mari bersama, kita.. ya, saya dan Anda. Menjadikan anak-anak kita menjadi manusia yang bermanfaat saat mereka dewasa. Kita adalah ujung tombak untuk kesuksesan dan kebahagiaan anak-anak kita di kemudian hari.
Bersihkan luka batin dan trauma dalam diri kita sekarang. Loh, yang bermasalah kan anak saya, kok saya yang mesti bersihkan luka batin? Ya karena ibu penyebab masalah bagi anak, maka ibu duluan yang diterapi.
Ayolah, mumpung mereka masih kecil. Dengan demikian mereka menjalani kehidupan dengan penuh kebahagiaan, percaya diri, dan lapang dada. Sehingga mudah mereka dalam proses belajar, menghafal Al-Quran, mempelajari Hadist dan ilmu pengetahuan lain, karena hatinya bahagia dan bersih dari rasa tidak nyaman.
Jangankan anak-anak, kita sebagai ibu juga demikian kan? Saat hati bahagia dan lapang, mengerjakan pekerjaan rumah, atau pekerjaan kantor, atau orderan bagi yang usaha kuliner, semua menjadi terasa ringan dan lapang.
Caranya gimana? Pertama, Bertaubatlah. Mohon ampun atas segala dosa-dosa kita. Sesungguhnya kesulitan dan permasalahan hidup yang kita hadapi saat ini adalah karena dosa dan maksiat yang kita lakukan di masa lalu.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan- kesalahanmu.” (Asy-Syura 42: ayat 30)
Perbanyak istigfar, istigfar dengan rasa. Hadirkan memori saat kita melakukan dosa dan maksiat, lalu minta ampun dengan memenuhi hati dengan rasa menyesal. Berjanji dalam hati untuk menjadi ibu yang lebih baik.
Jika perlu menangislah di hadapan-Nya. Mengadu dan berharaplah hanya pada-Nya. Bisa jadi permasalahan yang kita dan keluarga kita hadapi, karena Allah rindu pada tangisan dan rengekan kita. Rindu kita untuk meminta dan mengiba pada-Nya sebagai hamba-Nya. Dan Allah SWT ingin menghapus dosa-dosa kita.
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seorang yang beriman sampai pun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mencatatnya sebagai satu kebaikan untuknya dan mengampuni dosa-dosanya.” [HR. Muslim, no. 4669]
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” [HR. Bukhari-Muslim)
Baca juga Terapi Memaafkan dengan Istigfar
Istigfar sebanyak mungkin. Ingat, istigfar dengan rasa. Bukan hanya dengan Istigfar yang hanya lisan saja, sementara pikiran ke mana-mana. Mengucapkan satu kali 'Astagfirullahala'dzim..' dengan takzim dan rasa penyesalan lebih baik dari pada membaca "Stafullah.. Stafullah.." meskipun seribu kali. Kalo di artikan itu jadi "Ya Allah.. maaf.. maaf.. maaf" Kira-kira sopan gak ke Allah gitu?
Saya menulis ini bukan berarti saya sudah jadi ibu hebat dan baik. justru saya masih proses belajar, menikmati proses dan bahagia karena Allah SWT menunjukkan saya hidayah ini. Wallahualam..
***
Tags:
Motivasi